Jumat, 30 Desember 2011

شُرُوْطُ الإِضَافَةِ



(Syarat-Syarat Idhofah)
            Modhof adalah bentuk penyandaran antara satu kata dengan kata lain.
Contoh :                                                                   رَسُوْلُ اللهِ
رَسُوْلُ - مُضَافٌ
اللهِ - مُضَافٌإِلَيْهِ
عَذَابُ الْقَبْرِ
عَذَابُ - مُضَافٌ
الْقَبْرِ - مُضَافٌإِلَيْهِ

Syarat-syarat idhofah ada 3:
1. Mudhof tidak boleh ditanwin. Contoh:
حَقِيْبِةٌ = mudhof
مُحَمَّدٌ = mudhof ilaihi
Susunan idhofahnya adalah,
حَقِيْبَةُ مُحَمَّدٍ (Tas Muhammad)
جَوَّالٌ = mudhof
مُحَمَّدٌ = mudhof ilaihi
Susunan idhofahnya adalah:
جَوَّالُ مُحَمَّدٍ (Handphone Muhammad)
2. Membuang nun mutsanna atau jama’ pada mudhof. Contoh:
كِتَابَانِ = mudhof
مُحَمَّدٌ = mudhof ilaihi
Susunan idhofahnya adalah,
كِتَابَا مُحَمَّدٍ (Kitab Muhammad)
مُدَرِّسُوْنَ = mudhof
مَعْهَدٌ = mudhof ilaihi
Susunan idhofahnya adalah,
مُدَرِّسُوْ مَعْهَدٍ (Para pengajar ma’had)
3. Membuang alif lam dari mudhof
Contoh:
الرَّسُوْلُ = mudhof
اللهُ = mudhof ilaihi
Susunan idhofahnya adalah,
رَسُوْلُ اللهِ (Rasulullah)
البَابُ = mudhof
الْمَسْجِدُ = mudhof ilahi
Susunan idhofahnya adalah,
بَابُ الْمَسْجِدِ (Pintu Masjid)

Sabtu, 03 Desember 2011

Avril Lavigne - When You're Gone Print

Print


I always needed time on my own
I never thought I'd need you there when I cry
And the days feel like years when I'm alone
And the bed where you lie
is made up on your side

When you walk away
I count the steps that you take
Do you see how much I need you right now?

When you're gone
The pieces of my heart are missing you
When you're gone
The face I came to know is missing too
When you're gone
All the words I need to hear to always get me through the day
And make it OK
I miss you

I've never felt this way before
Everything that I do
Reminds me of you
And the clothes you left
they lie on my floor
And they smell just like you
I love the things that you do

When you walk away
I count the steps that you take


Do you see how much I need you right now?

When you're gone
The pieces of my heart are missing you
When you're gone
The face I came to know is missing too
And when you're gone
The words I need to hear to always get me through the day
And make it OK
I miss you

We were made for each other
Out here forever
I know we were
Yeah Yeah

All I ever wanted was for you to know
Everything I do I give my heart and soul
I can hardly breathe, I need to feel you here with me
Yeah

When you're gone
The pieces of my heart are missing you
When you're gone
The face I came to know is missing too
When you're gone
The words I need to hear will always get me through the day
And make it OK
I miss you


Tema,Cerita,Alur


1.Tema

Tema adalah sesuatu yang menjiwai cerita atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita. Dalam tema tersirat amanat atau tujuan pengarang menulis cerita. Tema dalam cerpen dapat terjabar dalam setiap satuan peristiwa dalam cerita, misalnya melalui tingkah laku atau jalan hidup pelakunya.

Tema juga dapat berarti ide dasar, ide pokok atau gagasan yang menjiwai seluruh karangan yang disampaikan. Conto Tema, adaa beberapa contoh tema misalnya Tema Kemerdekaan, Tema Ramadhan, Tema Idul Fitri, Tema Natal, Tema Global Warming, Tema Penghijauan, Tema Sekolah, Tema Tempo dulu dan lain sebagai nya.Tema adalah sesuatu yang menjiwai cerita atau sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita. Dalam tema tersirat amanat atau tujuan pengarang menulis cerita.


2.Cerita
Cerita adalah penuturan tentang suatu kejadian.Dari cerita tersebut , kita dapat mengetahui di mana , bangaimana , dan apa yang dialami oleh pelaku cerita dari awal sampai akhir , Pelaku cerita dapat manusia , binatang ,maupun , manusia.
Pada zaman dahulu cerita dapat dituturkan secara lisan . Di tempat pesta biasanya diramaikan oleh tukang cerita . Fungsinya sebagai penghibur . berfungsi sama demgan penyanyi dan penari.
Karangan pendek yang berbentuk prosa yang mengisahkan tentang suatu peristiwa disajikan secara singkat yang bertema anak-anak disebut cerita pendek anak-anak.

3.Alur
Alur menurut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 1995 : 113), adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya sastra.
Alur menurut Stanton (dalam Nurgiyantoro, 1995 : 113), adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya tentang dirinya, (5) memahami bagaimana jalan pikirannya, (6) melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya, (7) melihat bagaimana tokoh lain berbicara dengannya, (8) melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya, dan (9 melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya

Jumat, 02 Desember 2011

PENOKOHAN




1.    UNSUR PENOKOHAN DALAM FIKSI
Sama halnya dengan unsur plot dan pemplotan, tokoh dan penokohan merupakan unsur yang penting dalam karya naratif. Unsur plot tidak juga dapat diabaikan begitu saja karena kejelasan mengenai tokoh dan penokohan dalam banyak hal tergantung pada pemplotannya.

a.    Pengertian dan Hakikat Penokohan
Dalam pembicaraan sebuah fiksi, sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah-istilah tersebut, sebenarnya, tidak menyaran pada pengertian yang persis sama, atau paling tidak dalam tulisan ini akan dipergunakan dalam penngertian yang berbeda, walau memang ada diantaranya yang sinonim. Ada istilah yang pengertiannya menyaran pada tokoh cerita, dan pada “teknik” pengembangannya dalam sebuah cerita.
Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab terhadap pertanyaan : “Siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “Ada berapa orang jumlah pelaku novel itu?”, atau “Siapakah tokoh protagonis dan antagonis dalam novel itu?”, dan sebagainya. Seperti dikatakan oleh Jones (1968 : 33), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Penggunaan istilah “karakter” (character) sendiri dalam berbagai literatur bahasa inggris menyaran pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut (Stanton, 1965 :17). Dengan demikian, istilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan “perwatakan” sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.

b.    Kewajaran
Fiksi adalah suatu bentuk karya kreatif, maka bagaimana pengarang mewujudkan dan mengembangkan tokoh-tokoh ceritanya pun tidak lepas dari kebebasan kreativitasnya. Singkatnya, pengarang bebas untuk menampil dan memperlakukan tokoh siapa pun dia orangnya walau hal itu berbeda dengan “dunianya” sendiri di dunia nyata. Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.

c.    Kesepertihidupan
Masalah kewajaran tokoh cerita sering dikaitkan dengan kenyataan kehidupan manusia sehari-hari. Seorang tokoh cerita dikatakan wajar, relevan, jika mencerminkan dan mempunyai kemiripan dengan kehidupan manusia sesungguhnya (lifelike). Tokoh cerita hendaknya bersifat alami, memiliki sifat lifelikeness, “kesepertihidupan”, paling tidak itulah harapan pembaca. Hal itu disebabkan dengan bekal acuan pada kehidupan realitas itulah pembaca masuk dan berusaha memahami kehidupan tokoh dalam dunia fiksi.

d.    Tokoh Rekaan vs Tokoh Nyata
Tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan dalam fiksi, sesuai namanya, adalah tokoh rekaan, tokoh yang tidak pernah ada di dunia nyata. Namun, dalam karya tertentu, kita juga sering menemukan adanya tokoh-tokoh sejarah tertentu---artinya, tokoh manusia nyata, bukan rekaan pengarang---muncul dalam cerita, bahkan mungkin mempengaruhi plot.

e.    Penokohan dan Unsur Cerita yang lain
Fiksi merupakan sebuah keseluruhan yang utuh dan memiliki ciri artistik. Keutuhan dan keartistikan fiksi justru terletak pada keterjalinannya yang erat antar berbagai unsur pembangunnya. Penokohan itu sendiri merupakan bagian. Unsur, yang bersama dengan unsur-unsur yang lain membentuk suatu totalitas. Namun perlu dicatat, penokohan merupakan unsur yang paling penting dalam fiksi. Ia merupakan salah satu fakta cerita di samping kedua fakta cerita yang lain. Dengan demikian, penokohan mempunyai peranan yang besar dalam menentukan keutuhan dan keartistikan sebuah fiksi.

f.     Penokohan dan Pemplotan
Dalam kehidupan sehari-hari manusia, sebenarnya, tak ada plot. Plot merupakan sesuatu yang bersifat artifisial. Ia pada hakikatnya hanya merupakan suatu bentuk pengalaman, yang sendiri sebenarnya tidak memiliki bentuk. Penokohan dan pemplotan merupakan dua fakta cerita yang saling mempengaruhi dan menggantungkan satu dengan yang lain. Plot adalah apa yang dilakukan tokoh dan apa yang menimpanya. Adanya kejadian demi kejadian, ketegangan, konflik, dan sampai ke klimaks---yang notabene kesemuanya merupakan hal-hal yang esensial dalam plot---hanya mungkin terjadi jika ada pelakunya. Menghadapi keadaan semacam ini, Henry James, yang notabene seorang sastrawan itu, (Abrams, 1981:137), mengatakan : What is character but the determination of incident? What is incident but illustration of character?”. Jadi, menurut Henry James, jati diri seseorang tokoh ditentukan oleh peristiwa-peristiwa yang menyertainya, dan sebaliknya, peristiwa-peristiwa itu sendiri merupakan pelukisan tokoh.

g.    Penokohan dan Tema
Tema, seperti dikemukakan sebelumnya, merupakan dasar cerita, gagasan sentral, atau makna cerita. Dengan demikian, dalam sebuah fiksi, tema bersifat mengikat dan menyatukan keseluruhan unsur fiksi tersebut.

h.    Relevansi Tokoh
Berhadapan dengan tokoh-tokoh fiksi, pembaca sering memberikan reaksi emotif tertentu seperti merasa akrab, simpati, empati, benci, antipati, atau berbagai reaksi afektif lainnya. Pembaca tak jarang mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh yang diberinya rasa simpati dan empati. Pembaca telah merasa akrab betul dengan tokoh itu, atau bahkan seolah-olah telah menjadi bagian hidupnya.


2.    PEMBEDAAN TOKOH
Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus, misalnya sebagai tokoh utama-prontagonis-berkembang-tipikal.

a.    Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan
Dilihat dari “segi peranan” atau “tingkat pentingnya” tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh-tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central character, main character),  sedang yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character).
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit. Tidak dipentingkan. Dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama.

b.    Tokoh Prontagonis dan Tokoh Antagonis
Jika dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam pengembangan plot dapat dibedakan adanya tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh prontagonis dan tokoh antagonis. Tokoh prontagonis adalah tokoh yang kita kagumi---yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero---tokoh yang merupakan pengewajawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita (Altenbernd & Lewis, 1966:59). Tokoh penyebab terjadinya konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh antagonis, barangkali dapat disebut, beroposisi dengan tokoh prontagonis, secara langsung maupun tak langsung, bersifat fisik maupun batin.
Pembedaan antara tokoh utama dan tambahan dengan tokoh prontagonis dan antagonis sering digabungkan, sehingga menjadi tokoh utama---prontagonis, tokoh utama---antagonis, tokoh tambahan---prontagonis, dan seterusnya. Pembedaan secara pasti antara tokoh utama prontagonis dengan tokoh utama antagonis juga sering tidak mudah dilakukan. Pembedaan itu sebenarnya lebih bersifat penggradasian.

c.    Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat
Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan kedalam tokoh sederhana (simple, atau flat character) dan tokoh kompleks atau tokoh bulat (complex atau round character) pembedaan tersebut berasal dari Forster dalam bukunya Aspects of the Novel yang terbit pertama kali 1927. pembedaan tokoh kedalam sederhana dan kompleks (Forster, 1970:75) tersebut kemudian menjadi sangat terkenal.

Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli, adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Tokoh sederhana dapat melakukan berbagai tindakan, namun semua tindakannya itu akan dapat dikembalikan pada perwatakan yang dimiliki dan telah diformulakan itu.

Tokoh bulat, kompleks, berbeda halnya dengan tokoh sederhana, adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Ia dapat saja memilki watak tertentu yang dapat diformulasikan, namun ia pun dapat pula menampilkan watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga.

d.    Tingkat Kompleksitas
Pembedaan tokoh cerita kedalam sederhana dan kompleks sebenarnya lebih bersifat teoretis, sebab pada kenyataannya tidak ada ciri perbedaan yang pilah di antara keduanya. Perlu pula ditegaskan bahwa pengertian tokoh sederhana dan kompleks tersebut tidak bersifat pengontrasan. Artinya, tokoh sederhana bukan sebagai kebalikan atau dalam pertentangannya dengan tokoh kompleks. Perbedaan antara sederhana dan kompleks itu lebih bersifat penggradasian. Berdasarkan kompleksitas watak yang dimiliki para tokoh. Misalnya, sederhana, agak kompleks, lebih kompleks, kompleks, sangat kompleks. Jadi, ia lebih merupakan deskripsi tingkat intensitas kekompleksan perwatakan seorang tokoh itu.

e.    Fungsi
Tokoh sederhana, seperti dikemukakan di atas, tampak kurang sesuai dengan realitas kehidupan sebab tidak ada seorang pun yang hanya memiliki satu sifat tertentu. Tokoh bulat, dalam sebuah novel biasanya lebih menarik daripada tokoh sederhana. Tokoh sederhana tetap diperlukan kehadirannya dalam sebuah novel. Tampaknya hampir tidak mungkin sebuah karya hanya melulu menampilkan tokoh kompleks tanpa sama sekali terdapat tokoh sederhana.
Perlu dicatat juga bahwa tokoh sederhana akan mudah dikenal dimanapun dia hadir dan mudah diingat oleh pembaca, dan hal ini menurut Forster (1970:76-7) merupakan keuntungan penampilan tokoh tersebut.

f.     Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang
Berdasarkan kriteria “berkembang atau tidaknya perwatakan” tokoh-tokoh cerita dalam sebuah novel, tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh statis, tak berkembang (static character) dan tokoh berkembang (developing character). Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi (Altenbernd & Lewis, 1966: 58). Tokoh berkembang, di pihak lain, adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam, maupun yang lain, yang kesemuanya itu akan  mempengaruhi sikap, watak, dan tingkah lakunya. Adanya perubahan-perubahan yang terjadi di luar dirinya. Dan adanya hubungan antar manusia yang memang bersifat saling mempengaruhi itu, dapat menyentuh kejiwaannya dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan perkembangan sikap dan wataknya.

g.    Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral
Berdasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap (sekelompok) manusia dari kehidupan nyata, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh tipikal (typical character) dan tokoh netral (neutral character). Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya (Altenbernd & Lewis, 1966:60), atau sesuatu yang lain yang lebih bersifat mewakili.
Tokoh netral, di pihak lain, adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Ia hadir (atau dihadirkan) semata-mata demi cerita, atau bahkan dialah sebenarnya yang empunya cerita, pelaku cerita, dan yang diceritakan. Kehadirannya tidak berpretensi untuk mewakili atau mengambarkan sesuatu di luar dirinya, seorang yang berasal dari dunia nyata, atau paling tidak, pembaca mengalami kesulitan untuk menafsirkannya sebagai bersifat mewakili berhubung kurang ada unsur bukti pencerminan dari kenyataan di dunia nyata.

3.    TEKNIK PENULISAN TOKOH
Secara garis besar teknik penulisan tokoh dalam suatu karya atau lengkapnya; pelukisan sifat, sikap, watak, tingkah laku, dan berbagai hal lain yang berhubungan dengan jadi diri tokoh---dapat dibedakan kedalam dua cara atau teknik, yaitu teknik uraian (telling) dan teknik ragaan (showing) (Abrams, 1981:21), atau teknik penjelasan, ekspositori (expository) dan teknik diskursif (discursive), dramatik, dan kontekstual (Kenny, 1966:34-6). Teknik yang pertama---juga pada yang kedua, walau terdapat perbedaan istilah, namun secara esensial tidak berbeda---menyaran pada pelukisan secara langsung, sedangkan teknik yang kedua pada pelukisan secara tidak langsung.

a.    Teknik Ekspositori
Seperti dikemukakan diatas, dalam teknik ekspositori, yang sering juga disebut teknik analitis, pelukisan tokoh cerita ditambahkan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan  secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit. Melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, watak, tingkah laku, atau bahkan juga ciri fisiknya.

b.    Teknik Dramatik
Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang ditampilkan pada drama, dilakukan secara tak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan (baca: menyiasati) para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.

c.    Teknik Cakapan
Percakapan yang di lakukan (baca: diterapkan pada) tokoh-tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk menggambar sifat-sifat tokoh yang bersangkutan. Bentuk percakapan dalam sebuah karya fiksi, khususnya novel, umumnya cukup banyak, baik percakapan yang pendek maupun yang (agak) panjang. Tidak semua percakapan, memang mencerminkan kedirian tokoh, atau paling tidak, tidak mudah untuk menafsirkannya sebagai demikian. Namun, seperti dikemukakan di atas, percakapan yang baik, yang efektif, yang lebih fungsional, yang menunjukkan perkembangan plot dan sekaligus mencerminkan sifat kedirian tokoh pelakunya.